Sunday, March 15, 2009

Gue Yang Berhati Batu, Iron Maiden Yang Berhati Baja

Rata-rata anak Metal taun 80-90-an, jadi fanatikan Iron Maiden gara-gara –Love at first sight- ama cover album mereka. Lewat artwork yang selalu menampilkan karakter maskot Ed-The Head, atau akrab dipanggil Eddie, album rekaman studio Iron amat mudah dikenali dan begitu khas buat para fans-nya. Gue bahkan udah ngebet ngumpulin stiker dan album mereka sejak taun 1986.

Waktu itu umur gue baru 10 taun. Dan so pasti, ortu gue gak suka banget gue mengoleksi pernik-pernik Iron Maiden, yang waktu itu biasa gue beli dari pedagang kaki lima : di pasar Jamika atau pasar Kosambi Bandung. Gara-gara poster Iron Maiden dan stiker Ed-The Head-lah, gue pertama-kali bersitegang ama bokap-nyokap. Gue menolak untuk menurunkan poster-poster keren dan stiker-stiker macho kelompok yang dimotori ama salah satu Bassist terbaik sepanjang masa, Steve Harris, ini.

Menurut nyokap, gak baek majang tampang orang mabok di kamar. Gue jawab, masak badan ama tampang keliatan seger dan macho gitu disebut mabok ? Nyokap naek pitam : Pokoknya jangan majang gambar laki-laki gondrong kayak preman di kamar kamu ! Gue pikir apa salahnya ama orang yang berambut gondrong ? Maka dengan enteng gue kembali menjawab : Tukang roti juga rambutnya gondrong, Ma, tapi kan baek. Kembalian kurang juga besoknya pasti dikembaliin lagi. Eeeh, Nyokap naek darah dan ngegebuk paha gue pake sandal. Merah tuh paha gue. Gara-gara bersikeras untuk memajang Steve Harris Cs di dinding kamar, akibat gue menolak untuk membersihkan lemari baju dari stiker yang salah satu diantaranya bertuliskan : 666-It’s a Number of the Beast. He he he, gue dulu gak ngerti apa artinya six-six-six dan apa artinya number of the beast. Yang penting bentuk font stiker dan warna font-font-nya itu lhooo…Metal Abeeees !
Jadi nyengir sendiri, kalo ngeliat kaset-kaset Iron Maiden yang logonya masih A-Team records di cassettes box gue. Kaset-kaset ini gue beli dari hasil gue nulis cerita pendek dan artikel di majalah Tom Tom, Kuncung dan Bobo. Waktu itu, gue dapet 15000 perak per tulisan. Harga kaset juga masih murah. Cuman ada di kisaran 1500 sampe 2500 perak per kaset dan sekitar 1000 perak di tukang kaset bekas. Gue beli tiga album Iron itu memang di tukang kaset bekas. 3000 perak, dapet 3 kaset album Iron sekaligus : Number of The Beast, Piece of Mind dan Powerslave (taun 1986). Gue kira, ini merupakan salah satu keberhasilan almarhum mantan presiden Soeharto : menekan harga kaset-kaset bermutu, yang berarti mendukung apresiasi seni seluas-luasnya bagi seluruh lapisan masyarakat. Hal yang sama sekali gak dipikirin ama SBY, yang berakibat merebaknya rekaman-rekaman bajakan, dan rendahnya daya beli anak-anak SD terhadap rekaman-rekaman bermutu, kayak semasa gue SD (he he he).
Kegemaran gue akan pernik-pernik, kaos, printed dan kaset Iron Maiden inilah yang merangsang kegemaran gue menulis sedari anak-anak. Soalnya, kalo saya ndak nulis dulu, ya ndak bakalan dapet ngedenger lengkingan vocal Bruce Dickinson, yang sebenarnya memang tidak diperuntukkan buat anak-anak dibawah 15 taun. Saya gak bakalan bisa jadi kolektor merch dan kaset mereka, cause my mom and daddy melakukan embargo atas produk-produk berbau musik rock. Mereka ogah ngeluarin duit buat mendukung keinginan gue memiliki tiga album Iron yang sukses ngeraih perhatian internasional, kayak : Number of The Beast, Piece of Mind dan Powerslave.

Ironisnya, ortu lebih suka kalo gue jadi pendengar setia-nya : Bill & Brod, Fariz RM, Gombloh, yang sedang populer waktu itu. Gue mana mau nge-idola-in Bill & Brod ama Ari Wibowo-nya. Wong selera gue terhadap musik rock itu kayaknya udah menjadi naluri, keinginan yang tertanam sedari gue masih pake celana pendek merah setiap jam enam pagi.

Number Of The Beast Moment

Kegemaran gue ama Iron Maiden bermula dari merch mereka yang eye catching. Nah, gue jadi fans Iron secara total,pas gue nongkrong di depan compo sharp gue, waktu dia mengalunkan intro Number of The Beast, sepulangnya gue dari pasar Cihapit, bareng Oom yang waktu itu belanja alat-alat elektronik. Narasi di nomer legendaris itu bikin gue serasa jadi seseorang yang lain, serasa nemu pengalaman baru dalam apresiasi musik.

—WHO TO YOU ON EARTH AND SEA FOR THE DEVIL SENDS THE BEAST WITH WRATH BECAUSE HE KNOWS THAT TIME IS SHORT LET HIM WHO HAD UNDERSTANDING RECON THE NUMBER OF THE BEAST FOR IT IS A HUMAN NUMBER ITS NUMBER IS SIX HUNDRED AND SIXTY SIX —

Gitu narasi di awal lagu dan pembuka seluruh repertoar Iron di Number of The Beast album. Seabis itu, ditimpali intro gitar Dave Murray-Adrian Smith dan intro bass a la Steve Harris yang berkejaran di jalur lurus, vocal berat yang ekspresif dari Bruce Dickinson melantangkan bait demi bait Number of The Beast :

I LEFT ALONE MY MIND WAS BLANKI NEEDED TIME TO THINK TO GET THE MEMORIES FROM MY MINDWHAT DID I SEE CAN I BELIEVE THAT WHAT I SAWTHAT NIGHT WAS REAL AND NOT JUST FANTASYJUST WHAT I SAW IN MY OWN DREAMS WERE THEYREFLECTIONS OF MY WARPED MIND STARING BACK AT MECUZ IN MY DREAMS IT`S ALWAYS THERE THE EVIL FACE THAT TWISTS MY MIND AND BRINGS ME TO DESPAIRYEA……!

Dan setelah itu, nomer demi nomer keras dari Iron-pun bergema di seantero kamar. Setidaknya tercatat 3 nomer keras yang narik perhatian kuping gue saat itu : Run To The Hills, 22 Acacia Avenue dan Hallowed by The Name. –Ediiiii,gak kurang kenceng kamu nyetel kasetnya !- bentak bokap dari lantai bawah.

Di Amerika Serikat, pada taun 1982, reaksi kubu politik sayap kanan di kongres Amerika-pun gak kalah sengitnya ama reaksi bokap-nyokap gue, dalam menentang segala bentuk pengapresiasian terhadap karya-karya Iron Maiden, di album Number… yang sempet nangkring di chart #1 United Kingdom dan Top Ten di Eropa dan Asia. Tour mereka di Amerika, yang sebenernya merupakan awal dari sukses mereka di negeri Paman Sam itu, mengundang kontroversi dan reaksi dari kaum politik konservatif Amrik, yang menilai judul Number of The Beast memanifestasikan upaya Iron dalam memproklamirkan Satanisme di seluruh dunia. Partai Republik menggonggong, Iron Maiden berlalu. Karena sifat cuek para personil Iron-lah, kemudian para aktivis Kristen membakar rekaman-rekaman Iron Maiden, sebagaimana pernah dilakukan mereka terhadap Ozzy Osbourne.

Eh, dasar memang hati baja, bukan hati batu lagi, Iron Maiden gak ambil pusing ama reaksi-reaksi penentangan itu, sebagaimana gue pun bersiteguh memasang poster album Number of The Beast yang dibeli 500 perak selembar, dari kaki lima Pasar Kosambi. Alhasil, ortu gue dan kaum politik sayap kanan Amerika-pun membiarkan gue tetep jadi fanatikan Iron, dan membiarkan Iron Maiden mencari nafkah melalui produksi rekaman dan live-live-nya yang spektakuler.

Saat ini, gue bukan cuma seorang kolektor merch, EP, LP ataupun DVD Iron. Gue hafal diluar kepala lagu-lagu hits mereka seperti : The Trooper, Where Eagles Dare, Flight of Icarus, Aces High, Seventh Son of a Seven Son, Stranger in a Strange Land, Caught Somewhere in Time, Revelations, Fear of The Dark, Be Quick or Be Dead, bahkan Wicker Man yang fantastis, sebab, menampilkan aksi tiga gitaris Iron sekaligus : Dave Murray, Jannick Gers dan Adrian Smith. Chord, lirik dan sejarah tergubahnya lagu-lagu Iron itu gue hafal banget, sehafal gue ama rasa pedes dan panas di paha seabis ditimpuk nyokap pake sandal jepit, 21 taun silam.

No comments:

Post a Comment