Tragedi tewasnya 11 penonton dalam konser musik underground di Asia Africa Cultural Centre (AACC), 9 Februari lalu berbuntut panjang. Komunitas underground merasa semakin terkekang, karena perizinan dan ruang mereka untuk berekspresi semakin berkurang. "Sebagai pelaku industri musik, kami seperti diikat. Ruang kami sudah sempit, sekarang makin dipersempit," kata Eben (31), gitaris grup band BurgerKill (BK) sebelum acara diskusi dan nonton bareng komunitas underground di Common Room, Jln. Kyai Gede Utama, Bandung, Minggu (2/3).
Eben mengatakan, pascakejadian di AACC, BK sudah mengalami dua kali pembatalan konser. BurgerKill seharusnya tampil sebagai band pembuka konser band metal asal Jerman, Helloween, di Tennis Outdoor Senayan Jakarta, Jumat (22/2). "Sehari sebelum acara berlangsung kita dapat selembar faksimile dari EO yang salah satu poinnya menyatakan BK dilarang main mengingat masalah keamanan. Hal tersebut atas rekomendasi aparat keamanan, Mabes Polri dan Polda Metro Jaya," ungkap Ramdan, basis BK. Sampai saat ini, BK mengaku belum juga menerima surat langsung dari kepolisian Jakarta tentang larangan tersebut.
Hal yang sangat dikhawatirkan Ramdan adalah jika larangan tampil tersebut menjurus pada diskriminasi terhadap komunitas underground Bandung. "Sampai sekarang kita masih menunggu surat dari kepolisian Jakarta. Kita ingin lihat poin-poin isi suratnya," kata Ramdan.
Para personel BK menurut Eben, kecewa dengan batalnya penampilan mereka di Jakarta. "Pernyataan lisan EO adalah rekomendasi dari aparat, sehingga beberapa band Bandung dan Jakarta dilarang tampil," ujar Eben. Selain batal manggung membuka konser Helloween, BurgerKill juga batal tampil dalam sebuah acara komunitas underground di Jakarta, Minggu (24/2).
Menurut Eben, selain BK dan Beside, ada beberapa band underground asal Bandung dan Jakarta yang juga merasa "dipersulit". "Penampilan kami di salah satu SMA di Bandung juga masih belum jelas karena panitia menunggu keputusan kepolisian," tutur Eben.
Ungkapan senada juga disampaikan Ari (31), Ketua Begundal Hell Club, komunitas penggemar Burgerkill yang menyelenggarakan acara diskusi dan nonton bareng tersebut. Menurut dia, izin untuk mengadakan acara-acara berbau underground semakin sulit didapat. "Jika pun mendapat izin, pasti harus menunggu lama. Acara nonton dan diskusi seperti ini saja izinnya butuh waktu dua minggu," ungkapnya.
Keadaan ini menurut Eben bisa menghambat kreativitas komunitas mereka. "Sebagai komunitas musik, kita tidak bergerak sebatas konser saja. Tetapi juga mengadakan acara lain seperti pameran lukisan dan poster, nonton bareng, serta diskusi seperti ini," ujar Eben.
Eben dan Ramdan, mengaku tragedi AACC merupakan pukulan berat, tidak hanya untuk aparat keamanan, tetapi juga bagi para pemusik. "Kalau aparat semakin hati-hati, kita bisa mengerti. Kita semua juga trauma atas kejadian itu. Tetapi semoga tidak mempersulit dan menghambat kreativitas komunitas kami," kata Eben.
"Keadaan ini tidak akan membuat kami berhenti berkarya. Kalau sulit konser, kami akan adakan acara lain seperti diskusi atau lainnya dalam komunitas kami, sekaligus mencoba menghapus stigma negatif tentang komunitas underground," kata Ramdan menambahkan.
Nonton bareng dan diskusi komunitas underground tersebut dihadiri oleh para personel BK, puluhan anggota BHC, serta komunitas Ujung Berung. Hadir sebagai pembicara dalam diskusi, Idhar Remadi (pengamat musik underground) dan serta Gustaf H. Iskandar (Common Room).
Dalam kegiatan itu disajikan film dokumenter tentang komunitas metal di luar negeri berjudul "Metal: A Head Banger`s Journey". Masalah yang diangkat dalam diskusi adalah masalah tragedi AACC dan imbasnya pada komunitas underground, penyelenggaraan acara yang baik, serta perbandingan masalah keseharian komunitas underground di Bandung dengan yang ada dalam film tersebut. (
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment