sambungan dari legenda...
Sukses membuka konser Metallica di stadion Lebak Bulus, Rotor keesokan harinya diundang untuk ikut dalam farewell party yang diselenggarakan di Hard Rock CafĂ© Jakarta. Sempat terjadi “insiden” kecil antara Irvan dengan Kirk Hammet wktu itu. Ceritanya begini, ketikaa nongkrong di satu meja, gitaris Metallica yang berambut kriwil iru menawarkan makanan kepada Irva. Dasar orang melayu, Irvan menolak dengan haluis tawaran Hammet tesebut. Melihat tawarannya ditolak, kontan saja Hammet marah dan meninggalkan meja makan. “Dia salah interprestasi. Kebiasaan orang Indonesia kan kalo ditawarin sesuatu pasti nggak langsung diterima, rada sungkan gitu, belakangan baru deh disabet hehehehe…,” kata Irvan terkekeh.
Babak baru perjalanan sebuah band thrash metal local bernama ROTOR dilanjutkan dengan hijrahnya Irva, Jodie dan Judha ke Los Angeles, Amrik. Di Kota yang terkenal ke seluruh dunia sebagai salah satu episentrum industri musik rock dunia mereka coba mengadu nasib dengan harapan bisa mengikuti jejak Sepultura, band Brasil yang sukses menembus Amrik. Saat itu tinggal Reeve saja yang masih stay di Indonesia “Dia baru belakangan nyusul kita ke Amrik.” Reeve ternyata nggak nyangka kalo orang Indonesia itu ramah-ramah, apalagi cewek-ceweknya. Selama besar di Amrik dia kan selsalu berhadapan dengan bule-bule yang angkuh.
Dramer Rotor itu sebenarnya sempat mampir ke Los Angeles menemui personel yang lain, namun ia cuma bertahan dua hari saja dan setelah itu malah kembali ke tanah air. Menurut Irvan, itulah pertemuannya yang terakhir dengan Reeve karena setelah itu ia mengaku nggak pernah bertemu apalagi melakukan kontak dengan Reeve. Akhirnya Irvan kemudian mengambil kesepakatan bersama para personel yang lain untuk mencari pengganti Reeve. Episode selanjutnya, bertemulah Rotor dengan Rudy Soedjarwo, seorang musisi serba bisa yang juga anak mantan Kapolri yang tengah kuliah bisnis manajemen di sebuah perguruan tinggi di sana. Rudy yang kini ngetop menjadi sutradara film “Ada Apa Dengan Cinta” inilah yang kemudian menjadi Dramer Rotor.
Irvan mengakui bahwa hidup sebagai seorang musisi pendatang di Amrik adalah sebuah tantangan yang amat berat. Menurut suami Indah (mantan gitaris band metal cewek Joystick) orang Amrik itu tergolong super cuek “Mereka nggak perduli ada yang salah dengan cara ngebandnya,” ujar Irvan seraya menambahkan bahwa mencari popularitas bagi band di Indonesia jauh lebih mudah dibandingkan di luar negeri. “Pesaingnya ketat banget di sana. Bayangin aja, band metal yang punya musik sama dengan Rotor dan lagi mencari kontrak rekaman jumlahnya ada 40.000-an band waktu itu.”
Ketika berada di Amrik, Rotor juga hanya beberapa kali saja manggung di sana dan itu pun masih di lingkungan komunitas orang Indonesia juga. “Nggak gampang mendapat job manggung kalo band nggak punya agency di Amrik,” ujar Irvan menceritakan pengalamanya. Melihat kondisi yang nggak begitu bersahabat dengan musisi pendatang ini Irvan mengaku tetap mencoba bertahan demi memujudkan impiannya bisa membus Amerika!.
Agar bisa bertahan hidup dalam jangka panjang di Amrik, Irvan mengaku tergolong paling hemat diantara personel2x yang lain. “anak-anak yang lain sering banget keluyuran dari satu pub malam ke pub malam yang lain, termasuk nongkrong di pub Rainbow yang sering didatengin artis-artis bokep kayak Joe Rivera, Ron Jeremy sampai Savannah,” seru Irvan seraya menambahkan kalau dirinya lebih memilih untuk membuat lagu baru di studio milik Rudy dibandingkan nongkrong2x di Pub yang banyak mengeluarkan biaya.
Selain rajin mengirim 200 promo tape album Behind The 8th ke berbagai label rakaman-label rekaman yang ada di Amrik, Irvan juga intensif mamantau perkembangan musik di sana dari berbagai majalah-majalah musik atau jika ada waktu lengang meluangkan waktu menonton konser band-band metal local di pub.
Ia menambahkan bahwa sebenarnya ada 3 label rekaman independent di sana yang tertarik untuk merilis ulang album debut Rotor tersebut. “Kesalahan kita justru karena portfolio mencantumkan pernah membuka Metallica berarti kita sudah dikontak oleh label besar di Indonesia,” ujarnya rada menyesali.
“Mereka bersedia mengontrak kita asal ada surat keterangan dari AIRO bahwa label mereka hanya beroperasi di Terotori Indonesia saja dan bukan seluruh dunia. Sayangnya, pas kita kontak ke tanah air, pihak, AIRO terkesan nggak suportif merespon hal ini. “walhasil, amblaslah impian Rotor untuk bias teken kontrak dengan label rekaman Amrik.
“Sebenarnya Cuma ada kemungkinan yang bakal terjadi untuk musisi pendatang yang pengin mengadu nasib di Amrik. Semakin terpacu semangatnya atau malah frustasi karena melihat begitu ketatnya persaingan disana, “koar Irvan lagi. Sayangnya, justru hal yang kedua lah yang terjadi pada Rotor. Menepisnya kondisi keuangan dan mental yang telah patah arang membuat masing-masing personel Rotor kemudian membanting stir untuk bias bertahan hidup di negeri orang dengan cara mereka masing-masing. “Jodie pergi ke San Fracisco sementara Judha berangkat ke Alabama untuk bekerja di pabrik pengolahan ayam. Gue sendiri saja yang masih bertahan di Los Angeles.
(Besambung……)
Rotor kembali ke tanah air dengan tangan hampa. Jodie memutuskan cabut dari Rotor dan membentuk band baru, Getah. Rotor sempat merilis tiga buah album dengan arah musik yang berbeda, sebelum akhirnya pemain bas mereka, Judhapran, meninggal dunia karean ketergantungan obat bisu…….???????????
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment